Monday 25 January 2016

Cerita Sahabat: Kekuatan Itu Bernama Allah dan Ibu

    Cerita hidup ini di alami oleh sahabat saya. Sahabat yang selama ini selalu tampak ceria seolah-olah tak ada masalah dalam hidupnya. Hingga pada suatu hari ketika saya memintanya bercerita mengenai masalah terberat apa yang pernah dia alami, dia mulai bercerita dengan suara parau seperti menahan tangis yang sulit untuk dibendung. Selama ini, saya tidak pernah menyangka jika dia pernah mengalami masa-masa sangat berat dalam hidupnya. Saya sudah mendapatkan ijin dari dia untuk bisa menceritakan kisahnya disini agar semakin banyak orang yang percaya bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan hambaNya dalam keadaan apapun. Allah lah satu satunya tempat terbaik untuk bersandar dan meminta kekuatan. Saya menulisaknnya sebagaimana dia menceritakan kisahnya pada saya.
Aku pernah sakit parah waktu kelas 2 SMA mbak, waktu itu aku sakit selama 6 bulan. Penyebab penyakitnya tidak bisa diketahui secara medis. Mbak, bisa lihat bekas-bekas luka di wajahku, ini bekas luka waktu itu, mbak. Bekas luka ini selalu mengingatkanku bahwa Allah telah menolongku dan memberikanku kesempatan kedua untuk hidup. Waktu sakit itu, aku hampir kehilangan penglihatanku dan nyawaku. Awal kenaikan kelas 2, aku sama sekali tidak merasakan hal aneh terjadi, hanya tiba-tiba muncul beberapa jerawat di wajahku. Aku kira itu jerawat biasa mbak, tapi ternyata jerawat-jerawat itu semakin bertambah banyak dan semakin membesar. Tak berselang lama, wajahku sudah penuh jerawat yang mengerikan. Selama 3 bulan pertama, aku dan ibuku bolak-balik dari dokter kulit satu ke dokter kulit lainnya. Tapi, tak ada hasilnya, yang ada malah semakin parah. Jerawat-jerawat itu menimbulkan luka yang membusuk. Mbak, pasti takut jika melihatku saat itu.
Setelah 3 bulan ke dokter tak ada hasil, akhirnya ibu berinisiatif membawaku ke pengobatan alternative. Saat-saat pengobatan inilah aku merasakan sakit yang luar biasa. Hampir setiap hari aku tidak bisa tidur, ada bayangan-bayangan aneh yang mendatangiku setiap malam. Mbak, boleh percaya atau tidak, saat terapis mulai mengobati wajahku dengan masker daun kelor dan membacakan doa, ada cairan seperti darah kental tapi berwarna hitam yang keluar dari wajahku. Dan selama terapi itu, aku mengalami sakit yang sesakit sakitnya, rasanya seperti aku sudah tidak kuat menahan. Jika bukan karena kekuatan yang Allah berikan melalui ibuku, aku mungkin sudah menyerah saat itu. Ibu lah yang selalu memberikan motivasi dan sabar merawatku. Beliau tak pernah sama sekali menangis di depanku padahal aku tahu pasti saat itu dia juga merasakan sakit yang aku alami.
Selama 3 bulan terakhir, aku tidak masuk sekolah dan tidak pernah pergi kemana-mana kecuali untuk menjalani terapi. Karena luka yang begitu parah di wajah, aku sampai kesulitan untuk membuka mulutku, aku hanya bisa makan makanan yang sudah dilembutkan. Aku sudah pasrah sama Allah, jika memang harus meninggal saat itu, aku sudah ikhlas, mbak. Hanya Allah tempat aku bisa mengadu, aku kesulitan membuka mulut untuk berbicara sehingga mungkin terdengar tidak jelas bagi orang lain tapi Allah sama sekali tidak kesulitan mendengarkanku. Dia bisa mendengarku tanpa aku perlu berbicara. Dan ternyata Allah pelan-pelan memberikanku kesembuhan. Setelah 3 bulan menjalani terapi, luka-luka nya mulai kering. Tapi, perjuangannya tidak selesai sampai disitu. Luka-luka yang sudah kering meninggalkan bekas yang sulit hilang. Jika luka itu ada di bagian tubuhku yang lain, mungkin aku masih bisa menutupinya, tapi ini ada di wajahku, mbak. Banyak orang yang menatap aneh padaku saat itu, tak jarang pula anak kecil yang kutemui menangis karena takut padaku. Mungkin bagi mereka, aku terlihat begitu menakutkan saat itu. Aku sempat merasa minder untuk keluar rumah dan kembali ke sekolah. Tapi, Allah memberikanku teman-teman yang luar biasa. Mereka tak pernah mengucilkanku. Mereka jugalah yang selalu mengatakan padaku bahwa hati yang cantik lebih penting dari sekedar fisik. Karena penyakit itu, aku semakin yakin bahwa Allah tak akan pernah menelantarkan kita seburuk apapun keadaan kita, mbak. Dia lah yang tak pernah membeda-bedakan hambanya dari tampilan fisiknya.
           


4 komentar:

Juki Chan said...

Mantab ceritanya, mengalir spt air. Usaha, ikhtiar, doa dn tawakkal. Lengkap sudah. Tapi gmana skrg? Uda sembuhkah?

Juki Chan said...

Mantab ceritanya, mengalir spt air. Usaha, ikhtiar, doa dn tawakkal. Lengkap sudah. Tapi gmana skrg? Uda sembuhkah?

Zulfa Amalia said...

Allah lah satu2nya tempat pengaduan terbaik. Semoga temen mbak Izzati selalu dlm lindungan Allah. Aamiin.

Bang Syaiha said...

Bener, setiap cobaan yang datang, kita harus yakin ada Allah yang tidak mungkin menelantarkan begitu saja..

Post a Comment

 
;