Tadi
pagi, sekitar jam 05.00, saat saya masih menyetrika baju seragam, tiba-tiba ada
suara tangis seorang perempuan di depan rumah. Saya langsung tinggalkan setrika
saya yang masih panas dan mencari sumber suara. Ternyata di ruang tamu, sudah
berkumpul abah, ibuk dan seorang ibu yang sedang menangis. Ibu tersebut masih ada hubungan saudara dengan keluarga kami. Saya penasaran apa
yang terjadi tapi tidak sopan jika tiba-tiba ikut nimbrung. Saya hanya
mendengarkan samar-samar dari belakang sambil menyetrika. Saya mendengar ibuk
saya berusaha menenangkan ibu yang sedang menangis tadi. Sedangkan abah
sepertinya menunggu ibu tadi menyelesaikan tangisnya. Masih dengan isak tangis
nya, sang ibu bercerita bahwa anak laki-laki nya yang duduk di kelas 1 smp baru
saja ketahuan mencuri hp saudara nya sendiri. Ibu tersebut begitu kecewa dan
tidak tahu harus bagaimana lagi menasihiti anaknya. Selama ini beliau mendidik
dan membiaya ke empat anak-anaknya sendiri. Suaminya sudah lama meninggal
ketika anak ke empatnya masih dalam kandungan. Tidak ada tempat untuk beliau
berbagi cerita dan meminta pendapat. Beliau berjuang keras agar anak-anaknya
bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Anak yang pertama sudah hampir menyelesaikan
S1 nya, anak kedua hampir lulus dari SMA, anak ketiga duduk di kelas 1 SMP dan
anak yang terakhir baru kelas 1 SD. Beliau tidak hanya membekali anak-anaknya
dengan pendidikan formal namun juga dengan pendidikan agama. Anak-anaknya
selalu di ikutkan dalam kegiatan di pesantren. Anak pertama dan ke dua pun sampai
sekarang juga masih tinggal di pesantren. Ketika anak ketiga nya lulus SD,
beliau menawarkan anaknya untuk bersekolah di lingkungan pesantren. Sang anak
pun setuju dan memilih pesantren yang terkenal di lingkungan kami. Meskipun ibu
tersebut kesulitan untuk membayar biaya sekolah dan pesantren yang cukup mahal
namun beliau tetap mengabulkan keinginan anaknya agar sang anak mendapatkan
pendidikan terbaik. Namun sayang anak tersebut hanya betah beberapa bulan saja
di pesantren padahal sang ibu sudah bersusah payah membayar semua biayanya.
Sebelum sang anak tinggal di
pesantren ternyata dia sudah berteman dengan teman-teman yang kurang baik. Dia berteman
akrab dengan anak-anak yang tidak jelas kegiatan sehari-hari nya karena memang
sebagian dari mereka tidak mendapatkan perhatian dari orang tua nya. Anak-anak
tersebut bahkan sudah berkali-kali ketahuan mencuri di lingkungan saya. Berkali-kali
sudah di peringatkan tapi tidak pernah kapok. Dan sayang seribu sayang, anak sang ibu tadi
sudah terlanjur akrab dengan anak-anak ini.
Sang anak seringkali pulang dari pondok sendiri dan kemudian berkumpul
degan teman-temannya tadi dan ketika sang ibu ingin mengantarkan anak nya
kembali ke pesantren, dia menolak. Dia tidak mau lagi ke pesantren. Dia ingin
di rumah. Bahkan beberapa kali ketika pulang dari pesantren, sang anak tidak
pulang ke rumah melainkan bermain di rumah teman-temannya tadi. Hingga pada
akhirnya terjadilah peristiwa tadi yang membuat hati ibu begitu terluka dan
kecewa. Ketika sang ibu mengajak anak nya berkunjung ke rumah saudaranya
ternyata sang anak malah mencuri hp saudara nya tadi yang sedang di charge. Berlipat-lipat
lah ke kecewaan di hati ibu tadi. Bagaimana tidak, selama ini beliau sudah
bekerja keras mendidik dan membiayai seluruh kebutuhan anaknya sendiri ternyata
anak nya selama ini sudah banyak mendaptkan pengaruh buruk dari teman-temannya.
Belum lagi, ucapan-ucapan dari saudara-saudara nya yang menyalahkan sang ibu
yang di anggap tidak becus mengurus anak nya. Ah, begitu berat ujian yang harus
di hadapi ibu tersebut.
Dari kejadian
ini, kita bisa mnegambil hikmah bahwa sebagai seorang ibu atau ayah, kita harus
benar-benar memastikan bagaimana lingkup pergaulan anak kita nantinya. Ikut mengenal
dengan baik teman-teman anak kita. Bahkan jika perlu, sebagai orang tua juga
ikut berteman dengan mereka. Sesekali mengundang teman-teman anak kita ke rumah
agar kita bisa tahu betul bagaimana pertemanan anak kita sekaligus menyelami
dunia nya.
#ODOP#OneDayOnePost#FebruariMembara1