Beberapa minggu
terkahir ini, saya merasa sedang mengerjakan beberapa soal ujian dari Allah
yang sebenarnya materinya sudah berada di luar kepala saya, tapi karena
ternyata soal ujian yang satu ini bukan hanya sekedar menuliskan jawaban, saya
sempat merasa begitu berat untuk menyelesaikannya. Saya kelimpungan mencari
bantuan dari sana-sini agar bisa menyelesaikannya dengan baik. Sifat saya yang
cenderung terlalu menghawatirkan banyak hal bahkan jauh sebelum hal itu
benar-benar terjadi membuat saya semakin sulit untuk menemukan jawaban. Dan
ketika ada begitu banyak kode-kode jawaban yang ada, saya seolah-olah menutup
mata untuk mempertimbangkannya sebagai jawaban. Saya bersikukuh bahwa jawaban
yang tepat adalah opsi A meskipun secara sadar saya tahu bahwa ada jawaban yang
lebih tepat dari opsi tersebut. Berhari-hari
saya memikirkan jawaban yang saya yakini tepat dan kemudian saya mulai ragu
dengan jawaban pilihan saya sendiri. Kemungkinan besar, doa dari orang tua lah yang
kemudian membuat saya bisa berdamai dengan ego sendiri, berdamai bahwa opsi
jawaban yang saya kira tepat itu bertentangan dengan materi yang saya yakini,
berdamai bahwa apa yang saya yakini tepat belum tentu tepat menurut Allah. Dan
kini setelah bergulat dengan ego, pikiran dan kekhawatiran sendiri, saya membuka
mata untuk melihat opsi jawaban lain. Hati saya pun mulai digerakkan dan dimantapkan bahwa
insyaAllah memang jawaban yang selama ini saya cari-cari bukanlah opsi A, B, C,
D ,melainkan adalah KAMU.
Tiba-tiba pengen
nulis tentang adek satu-satunya yang sering nyebelin tapi ngangenin. Kalau lama
gak ketemu, sering nanya ke ibu kapan adek pulang, tapi kalu udah pulang, “eker-ekeran”
terus di rumah. Ada aja hal yang bikin pengen nyerewetin dia. Ada aja hal yang
bikin rebutan, entah itu remot TV, posisi tidur yang deketnya ibu atau rebutan
kamar mandi. Meskipun udah sama-sama besar, entah kenapa kalau lagi bareng di
rumah bisa jadi kayak anak kecil lagi. Kadang-kadang dimarahi ibuk kalau lagi
saling godain waktu lagi mau shalat jamaah, atau waktu sudah denger iqomah
terus balapan lari demi mendapatkan sandal di depan rumah buat jalan ke mesjid.
Yang paling nyebelin dari adek itu kalau di sms atau di bbm, balesinnya bisa
satu bulan kemudian. Kalau di marahin atau di cerewetin lewat bbm, balesinnya
pasti cuma satu kata “enggeh”, padahal mbak nya yang ngetik kalimatnya bisa sampek satu lembar
kertas A4. Kalau di cerewetin di rumah, di ingetin suruh cepet mandi atau suruh
cepet bersih-bersih rumah itu gak cukup kalau cuma 5 kali, kalau perlu bisa
sampek sepuluh kali. Terus kalau sudah “nguyel-nguyel” kucing bisa betah sampek
berjam-jam. Heran saja kok bisa hobinya itu nyari kutunya kucing, ckck. Tapi
yang bikin salut sama adek itu orang nya gak pernah marah, pasti cuma senyum aja
kalau di marahin, sekadar cemberut-pun jarang. Eh, tapi ada satu hal yang
sering bikin adek cemberut yaitu ketika banyak orang yang nyangka dia mbak nya
dan saya adeknya, atau ada yang nyangka kita seumuran, hahaha. Selain itu, adek
itu gak lebay, beda banget sama mbaknya. Kalau mbaknya bisa galau karena
hal-hal sepele tapi adek mah bisa nyantai aja ngejalaninnya. Meskipun kelihatannya
gak serius kalau ngerjakan sesuatu (kecuali “metani” kucing), adek itu bisa
serius banget kalau sudah masalah kuliah, bisa betah begadang di depan laptop
buat ngerjakan tugas. Dan kerennya lagi, adek punya tekad yang kuat buat
mewujudkan mimpi-mimpinya and I’m proud of it. Ahh semoga sampek kapan pun itu,
kita tetap jadi kakak adek yang rukun yaa nduk
, saling menyayangi dan menguatkan satu sama lain.
Dulu, aku selalu
mebayangkan
Betapa bahagianya di temukan dan di jadikan tujuan
Kemudian, aku
menyadari
Tak masalah entah itu
aku yang menemukan atau aku yang ditemukan
Semuanya itu sama-sama skenario
Tuhan
Bukan dia yang
menemukanku atau aku yang menemukan dia
Tapi, kita sama-sama
dipertemukan Tuhan
Dengan cara yang sebelumnya tak pernah terpikirkan
Dan tentu saja ada yang lebih
membahagiakan dari dipertemukan
Yaitu dipersatukan dalam sebuah pernikahan
Sebenarnya (si)apa
yang sedang kau tunggu?
Katanya kau benci
menunggu
Tapi kenapa sampai
sekarang kau masih menunggu
Lihatlah, ada yang
juga sedang menunggumu
Menunggu kau membuka
pintu
Apakah begitu susah
bagimu membiarkannya masuk ke duniamu?
Ayolah, jangan buat
dirimu sendiri dan orang lain terlalu lama menunggu
Tak ada salahnya kau
membuka pintu dan melihat siapa yang sedang menunggumu
Kalaupun ternyata
memang bukan dia yang kau tunggu
Tapi setidaknya kau
tak hanya diam menunggu
Sebenarnya dia
ingin sekali menuliskan pesan “Bagaimana harimu? Apakah semua berjalan lancar?”
Tapi, dia memilih
menahan sekuat tenaga untuk tak melakukannya
Bukan karena
gengsi, sama sekali bukan
Tapi karena dia
tahu dia akan kesulitan menjaga hatinya setelah percakapan itu berjalan
Dia khawatir
hatinya akan terjatuh terlalu dalam dan kemudian menaruh banyak harapan
Lebih baik dia
menahan, memaksa dirinya untuk tetap bersikap biasa
Dan kemudian memilih
untuk menceritankannya pada Tuhan
Bukankah mudah
bagi Tuhan untuk menyampaikan pesan?
Bukankah mudah
bagi Tuhan untuk mengatur pertemuan?
Bukankah mudah
bagi Tuhan untuk membolak-balik kan perasaan?
Laki-laki itu sebenarnya sudah lama mengenal perempuan itu
Mereka sering bertemu dalam sebuah acara
Mereka juga sering mengobrol bersama teman-teman yang lain
Tak ada yang tau jika laki-laki itu diam-diam mencintai
perempuan itu
Dia bersikap sewajarnya seperti teman-teman yang lainnya
Mengendalikan dirinya sekuat tenaga untuk tak memberikan
perhatian lebih pada perempuan itu
Karena dia tahu, saat itu belum waktunya
Laki-laki itu selalu memperbincangkan perempuan itu kepada
Tuhannya
MemintaNya untuk selalu menjaganya
Dia sudah bersungguh-sungguh memantaskan diri agar saat
dia mengungkapkan perasaanya, dia sudah siap untuk menapaki tangga selanjutnya
Dan hari itu pun tiba, hadiah dan surat pendek yang sudah
dipersiapkannya telah sampai ke perempuan itu
Namun, tak ada respon sampai berhari-hari lamanya
Laki-laki itu masih sabar menunggu karena ia tahu perempuan
itu sedang mendiskusikannya dengan Tuhannya
Subscribe to:
Posts (Atom)